Selasa, 08 Februari 2011
Newsletter edisi 11
Bungkil Kelapa Sawit untuk Pakan Broiler
Opini. KEHANCURAN industri perunggasannya yang terjadi di tahun 1997 sebagai dampak dari krisis moneter, sesungguhnya dipicu oleh meningkatnya harga jagung dan kacang kedele sebagai bahan makanan utama pakan unggas. 70% aktivitas dunia perunggasan mati di semua level usaha, mulai dari pengurangan produksi pakan oleh pabrik makanan ternak, ketidakmampuan peternak membeli pakan, sampai keengganan konsumen membeli produk unggas yang memang saat itu harganya melangit.
Ini sebuah ironi karena bangsa kita memproduksi bahan makanan unggas alternatif dengan jumlah yang sangat berlimpah dan beragam. Celakanya, kita selalu mengandalkan jagung dan kacang kedele sebagai bahan makanan utama penyusun ransum unggas seperti layaknya di Amerika serikat yang nota bene sebagai produsen jagung dan kacang kedele terbesar. Karena itu sudah saatnya dunia perunggasan beserta universitas dan lembaga-lembaga penelitian untuk bersama-sama mencari alternatif pengganti formulasi ransum unggas yang berbasis jagung-kacang kedele menuju bahan makanan yang secara lokal berlimpah. Tanpa melakukan itu, dunia perunggasan kita tidak akan bisa efisien kecuali ada keinginan kuat untuk menggalakkan penanaman dua komoditas tersebut.
Salah satu bahan makanan alternatif yang berlimpah adalah bungkil kelapa sawit. Data dari FAO mengindikasikan bangsa kita adalah produsen terbesar kedua di dunia setelah Malaysia, dan mengalami peningkatan yang sangat spektakuler 100% per tahun dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Dengan angka pertumbuhan ini, sangat mudah diproyeksi bahwa dalam waktu satu dekade ke depan bangsa kita akan menjadi produsen terbesar di dunia. Alangkah sangat mubasirnya kita, kalau produksi yang sangat berlimpah itu hanya kita buang menjadi limbah yang nantinya berdampak lingkungan. Hampir sebagian besar pustaka dan penemuan-penemuan terdahulu mengindikasikan bahwa bungkil kelapa sawit berkualitas rendah karena kandungan serat kasarnya yang tinggi dalam bentuk beta mannan, rendah kandungan asam amino essensial dan ‘texture’-nya yang agak berbatu akibat kontaminasi dari tempurung kelapa sawit. Karena itu rekomendasi awal tentang penggunaan bungkil kelapa sawit hanya berkisar 10-25%. Akan tetapi beberapa temuan terbaru mengindikasikan bahwa sampai level 40% bungkil kelapa sawit masih memberikan bobot badan optimal pada ayam broiler, ketika ransum disupplementasi dengan asam amino lysin dan methionine. Ini mengindikasikan bahwa rendahnya kualitas bahan makanan ini dapat diatasi dengan menyusun ransum berbasis keseimbangan zat-zat nutrisi, utamanya ayam amino tercerna dan energi termetabolisme. Data tentang ini sudah banyak dipublikasikan dan bisa dijadikan pustaka awal. Pertimbangan pada kandungan asam amino tercerna dan energi termetabolisme menjadi penting khususnya pada bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi seperti bungkil kelapa sawit.
Kontaminasi bahan makanan ini dari tempurung kelapa sawit yang berkisar 15%, menyebabkan makanan ini tampak seperti berbatu-batu. Walaupun keberadaan tempurung kelapa sawit dalam ukuran yang kecil ini akan menurunkan daya cerna makanan, tetapi dia juga bisa bertindak sebagai grit untuk membantu proses penggilingan bahan makanan di Gizzard. Tingginya nilai bulk density pada bahan makanan ini memberikan peluang pada ternak untuk bisa mengkonsumsi lebih banyak. Karena itu, walaupun nilai cernanya rendah tetapi total konsumsi makanan tercerna cukup tinggi sebagai akibat dari tingginya konsumsi pakan. Publikasi-publikasi terbaru mengindikasikan bahwa tingginya pertambahan bobot badan ayam pedaging yang mengkonsumsi bungkil kelapa berhubungan secara linear dengan tingginya konsumsi pakan. Penggunaan enzim pencerna beta mannan yang banyak di pasaran akan meningkatkan daya cerna dan efisiensi makanan.
Keunggulan lain dari bahan makanan ini adalah kemungkinan digunakannya sebagai prebiotik. Prebiotik diterjemahkan sebagai komponen bahan makanan atau zat makanan yang tidak tercerna oleh enzim pencernaan, akan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan mikroba yang bermanfaat bagi ternak. Zat yang paling sering digunakan sebagai prebiotik adalah karbohidrat dalam bentuk oligofruktosa, oligamanosa, beta mannan dan oligogalactosa. Kajian pada dekade terakhir memberikan hasil yang menggembirakan bahwa pemberian bungkil kelapa sawit pada ayam pedaging menurunkan populasi mikroba pathogen seperti Salmonella enteriditis dan meningkatkan populasi mikroba yang bermanfaat buat ternak seperti bifidobakteria.
Kondisi ini bisa dijelaskan bahwa hampir 40% komponen yang terdapat dalam bungkil kelapa sawit adalah beta mannan. Keampuhan beta mannan sebagai prebiotik telah banyak dipublikasi, dan produknya telah dipasarkan dalam bentuk BioMOS. Akan tetapi produk yang ada di pasaran ini diekstrasi dari Yeast. Walaupun secara enzymatik, beta mannan tidak tercerna oleh ternak unggas karena ketiadaan enzyme mannanase, akan tetapi pencernaan secara fisik akan terjadi melalui proses penghancuran beta mannan ke dalam bentuk yang lebih sederhana yakni mannan oligosaccharida, atau mungkin kedalam bentuk yang paling sederhana yakni manosa. Zat-zat inilah yang bertanggungjawab dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh ternak. Mekanismenya, mannan oligosachharida yang tidak tercerna akan bergerak menuju caeca dan akan difermentasi oleh mikroba yang spesifik memanfaatkan manose sebagai komponen utama mannan, seperti salmonella yang bersifat patogen. Keberadaan subtrat ini akan menarik mikroba patogen (mematikan) ini untuk meninggalkan dinding usus dan menempel pada substrat. Karena tidak tercerna, maka substrat ini akan dibuang dalam bentuk feses, dan ini berati bakteri patogen juga ikut terbuang. Mekanisme lain mungkin terjadi adalah karena substrat mannan oligo saccharida juga ikut meningkatkan populasi bifidobakteria. Bakteri ini akan mensekresi bactericidal yang akan mempengaruhi pertumbuhan species Salmonella.
Temuan-temuan terbaru tentang penggunaan bungkil kelapa sawit sebagai makanan ayam pedaging seharusnya mendorong peternak dan industri perunggasan untuk mengurangi kalau tidak mengganti ketergantungannya pada jagung dan kacang kedele. Dengan melakukan itu, import jagung, kacang kedele dan limbah bungkil kelapa sawit mampu kita kurangi. Dan lebih penting, produksi ayam pedaging mampu kita pertahankan dan kekebalan ternak ayam dapat kita tingkatkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar